JAKARTA, KARYANTARA.COM
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto mengimbau kepala daerah dan pejabat daerah untuk mengurangi penggunaan protokoler, seperti ajudan pribadi atau sekretaris otoritas khusus, saat melakukan perjalanan dinas.
Menurut Setyo, langkah ini merupakan bagian dari upaya efisiensi anggaran, sebagaimana yang diinstruksikan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Prabowo Subianto.
“Protokoler sebaiknya dikurangi, Bapak/Ibu kepala daerah. Ibarat kata hadir segala macam, dikurangi lah, itu bagian dari efisiensi,” kata Setyo dalam acara peluncuran Indikator Monitoring Center for Prevention (MCP) Tahun 2025 di Gedung ACLC KPK, Jakarta.
Acara tersebut juga menampilkan sejumlah kepala daerah secara berani.
Setyo menegaskan, bahwa jumlah protokoler yang berlebihan dalam suatu kegiatan dapat menyebabkan pemborosan anggaran daerah untuk membiayai pegawai yang ikut dalam rombongan, meskipun keberadaannya tidak selalu diperlukan.
“Ada protokol, ada aspri, ada ADC, ada operator, ada driver, ada co-driver, ada co-pilot, dan lain-lain, banyak sekali. Bayangkan kalau semua orang itu mendapatkan honor perjalanan dinas,” ujarnya.
Misalnya, Setyo menyebut KPK sudah lama menerapkan efisiensi anggaran, bahkan sebelum Inpres Prabowo dikeluarkan. Salah satunya dalam kegiatan orientasi kepemimpinan bagi kepala daerah atau retret beberapa waktu lalu, di mana ia hanya pergi berdua.
“Saya kemarin ke Magelang cuma berdua aja tuh. Baik-baik saja, alhamdulillah, lancar, tidak ada masalah. Kira-kira seperti itu soal efisiensi,” ujarnya.
Peluncuran IPKD
IPKD, sebagai instrumen baru, dirancang untuk mengukur sejauh mana kebijakan pencegahan korupsi telah diimplementasikan di tingkat pemerintah daerah. Indeks ini merupakan bagian dari upaya pemerintah daerah untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih bersih, transparan, dan akuntabel. Melalui indikator yang terukur, diharapkan pemerintah daerah dapat meningkatkan kualitas layanan publik serta memberikan dampak positif bagi masyarakat.
Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri Sang Made Mahendra Jaya menyampaikan, Program MCP ini sudah mulai berjalan sejak tahun 2018.
“Implementasi pelaksanaan kolaborasi dan sinergi antara KPK, BPKP dan Kemendagri dalam upaya meningkatkan tata kelola pemerintahan daerah agar semakin baik dan berdampak positif untuk percepatan terwujudnya ekosistem pencegahan anti korupsi,” jelasnya.
Berdasarkan data yang di lampirkan, sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2024 KPK paling banyak menangani kasus korupsi yang terjadi di pemerintahan daerah yaitu sebesar 38% kabupaten/kota dan 12% provinsi.
“Tata kelola di pemerintahan daerah masih belum sepenuhnya terlaksana dengan baik, penting dilakukannya evaluasi secara berkala untuk peningkatan atau perbaikan ekosistem pencegahan anti korupsi,” ujarnya.
Dengan peluncuran IPKD 2025, diharapkan pemerintah daerah tidak hanya mampu mengukur tingkat kemajuan dalam pencegahan korupsi, tetapi juga dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, yang pada akhirnya akan memperbaiki kualitas hidup masyarakat. Indeks ini juga diharapkan menjadi model bagi daerah lain dalam menciptakan sistem pemerintahan yang lebih bersih dan bebas dari praktik korupsi.
Editor: Kalpin
0Komentar