KENDARI, KARYANTARA.COM


Keluarga La Ode Pidi Bin La Ode Binta, korban dugaan pengeroyokan di Desa Ghonebalano, Kecamatan Duruka, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra), mengadukan Polres Muna ke Polda Sultra. Pengaduan ini dilakukan dengan berdemonstrasi di Polda Sultra karena keluarga korban menilai lamban dan tidak transparan dalam menangani kasus yang terjadi pada 12 April 2025 dini hari tersebut.


Berdasarkan keterangan tertulis yang diterima redaksi pada Senin (28/4/2025), peristiwa pengeroyokan itu terjadi sekitar pukul 01.00 WITA di depan rumah korban. Korban, La Ode Pidi, diduga dikeroyok oleh tiga orang terlapor, yakni Kepala Desa Ghonebalano berinisial Muh. Ery, S.Sos, seorang perangkat desa bernama Aras Guli, dan seorang warga bernama La Ode Arwin. Saat kejadian, istri korban, Dian, menyaksikan langsung peristiwa tersebut.


Laporan polisi dengan nomor LP/B/58/IV/2025 telah dilayangkan ke Polres Muna. Dalam perkembangannya, polisi telah menetapkan dua tersangka, yaitu Aras Guli dan La Ode Arwin, yang ditahan sejak 14 April hingga 3 Mei 2025.


Namun, pihak keluarga korban menyoroti peran Kepala Desa Ghonebalano yang diduga kuat menjadi pemicu utama pengeroyokan. Menurut keterangan korban dan saksi mata, kepala desa dan Aras Guli mendatangi rumah korban sambil membawa kayu. Istri korban yang ketakutan kemudian memanggil tetangga bernama Hamalin.


Korban mengaku dipukul secara bersamaan oleh kepala desa dan Aras Guli. Lebih lanjut, korban menuturkan bahwa kepala desa membanting, mengunci tangan, dan mendudukinya dalam posisi tengkurap tanpa baju, sehingga korban tidak dapat melawan. Saat korban tak berdaya, La Ode Arwin disebut menendang kepala korban sebanyak satu kali.


"Akibat dari peristiwa pengeroyokan ini, keluarga kami mengalami luka memar dan telah di visum sebagai alat bukti yang sah di Kepolisian Resort Muna," ujar Jendral Lapangan keluarga korban, Rahmat Almubaraq.


Pihak keluarga korban merasa janggal lantaran hingga saat ini, Kepala Desa Ghonebalano yang diduga sebagai otak pengeroyokan belum ditetapkan status hukumnya. Padahal, keterangan saksi dan korban jelas menyebutkan peran aktif kepala desa sejak awal hingga akhir kejadian, bahkan masih menduduki korban saat polisi tiba di lokasi.


"Dengan segala macam keterbatasan keluarga korban mencari keadilan sebab berdasarkan UUD 1945 bahwa setiap warga negara punya kedudukan yang sama dimata hukum. Proses demi proses telah dilakukan oleh polres Muna akan tetapi sudah 14 Hari berlalu proses hukum dipolres Muna belum menemukan titik terang dan kami menilai proses hukum yang sedang berlangsung saat ini sangat lambat sehingga kami menduga ada kejanggalan dan terkesan melindungi salah satu pelaku pengeroyokan yaitu kepala desa," tegas Rahmat.


Hasil gelar perkara pada 25 April lalu disebut masih dalam tahap pendalaman kedua. Keluarga korban menduga hal ini sebagai upaya mengaburkan peristiwa dan melindungi pelaku.


Oleh karena itu, keluarga besar korban La Ode Pidi Bin La Ode Binta menyampaikan sejumlah tuntutan:


Mendesak Kapolda Sultra untuk mencopot Kapolres Muna dan Kasat Reskrim Muna karena dinilai tidak mampu menyelesaikan kasus pengeroyokan di Desa Ghonebalano. Keluarga korban menilai belum ditetapkannya status hukum kepala desa sebagai pemicu dan pelaku utama sebagai bukti ketidakmampuan tersebut.

Meminta Kabid Propam Sultra untuk memeriksa seluruh penyidik yang terlibat dalam proses pemeriksaan kasus pengeroyokan tanggal 12 April 2025 demi mewujudkan anggota Polri yang profesional.


Aksi demonstrasi keluarga korban di Polda Sultra diterima langsung oleh Propam Polda Sultra, AKP Darul Aksa. Di hadapan perwakilan demonstran, AKP Darul Aksa menghubungi Kanit Pidum Polres Muna, Aipda Ishak Hadisono. Pihak Polres Muna berdalih bahwa kasus masih dalam tahap pengembangan dan sedang mendalami keterlibatan kepala desa. AKP Darul Aksa juga menyampaikan bahwa Polda Sultra akan mengatensi kasus ini.


Pihak keluarga korban berharap agar aduan mereka ke Polda Sultra dapat mempercepat dan menuntaskan penanganan kasus pengeroyokan ini secara adil dan transparan, sesuai dengan prinsip PRESISI Polri.


Laporan: Agus

Editor: Kalpin