![]() |
Kepala Desa Boedingi, Aksar |
KONAWE UTARA, KARYANTARA.COM
Aktivitas pertambangan nikel di wilayah pesisir Desa Boedingi, Kecamatan Lasolo Kepulauan, Kabupaten Konawe Utara, oleh PT Daka Group dan PT Paramita, memicu kekhawatiran serius di kalangan warga. Operasi penambangan yang berdekatan dengan pemukiman warga dan fasilitas umum, seperti Gedung SDN 3 Lasolo Kepulauan, disebut-sebut membawa dampak negatif signifikan, terutama ancaman bencana longsor dan masalah tata ruang.
Kepala Desa Boedingi, Aksar, mengungkapkan bahwa salah satu dampak paling mencolok adalah seringnya terjadi longsor saat musim hujan. Kondisi ini secara langsung mengancam keselamatan jiwa warga yang tinggal di sekitar area tambang. "Ketika terjadi longsor, pemerintah desa bersama warga berkoordinasi dengan pihak perusahaan dan menyampaikan untuk segera membendung lokasi titik longsor agar tidak bertambah parah," jelas Aksar saat dikonfirmasi di kediamannya, Senin (28/7/2025).
Jeti Perusahaan Dekat Pemukiman dan Sekolah: Potensi Bahaya Baru
Permasalahan semakin pelik dengan lokasi jeti perusahaan yang juga berada sangat dekat dengan pemukiman warga dan gedung sekolah. Aksar sendiri mengaku tidak mengetahui pihak yang memberikan izin pembangunan jeti tersebut. Ia hanya menjelaskan bahwa jeti sudah ada sebelum Desa Boedingi didefinitifkan, meskipun Gedung SDN 3 Lasolo Kepulauan telah berdiri lebih dahulu.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai keselarasan perizinan dengan keselamatan dan kenyamanan warga, serta potensi bahaya bagi anak-anak sekolah yang beraktivitas di area tersebut. Kedekatan ini berpotensi menimbulkan kebisingan, debu, dan risiko kecelakaan yang berdampak langsung pada kualitas hidup masyarakat dan lingkungan belajar.
Dilema Pembangunan: Antara Dampak Negatif dan Manfaat Ekonomi
Di sisi lain, Aksar juga mengakui adanya dampak positif dari keberadaan kedua perusahaan tambang ini bagi warga Desa Boedingi. Warga menerima dana Corporate Social Responsibility (CSR) berupa beras satu karung per KK setiap bulan, voucher listrik, dan royalti.
"Royalti per KK biasanya rata-rata Rp3 juta. Ini diterima ketika tiap perusahaan melakukan pemuatan 10 tongkang. Jadi kalau sudah muat dan close, perusahaan cairkan dananya, dan saya langsung ambil dananya dari pihak perusahaan langsung disalurkan ke masyarakat," terang Aksar.
Menurut Aksar, keberadaan perusahaan tambang di desanya sangat bermanfaat dan berpengaruh bagi masyarakat. Ia mencontohkan, dengan banyaknya perusahaan yang aktif, angka pengangguran dapat berkurang, yang secara tidak langsung juga dapat menekan potensi tindakan kriminalitas seperti pencurian.
Aksar menambahkan bahwa di Desa Boedingi, terdapat lima perusahaan yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP). Namun, saat ini hanya PT Daka Group dan PT Paramita yang aktif melakukan penambangan. "Ada PT. Primastian dan dua lagi perusahaan tambang saya lupa namanya, tapi belum aktif menambang," ujar Aksar.
Laporan: Edi
Editor: Kalpin
0Komentar