KARYANTARA.COM
Seharian kemarin, Kamis (21/8) pagi hingga sore Ratusan aparat desa se-Konawe Utara memadati Aula Kantor Bupati untuk mengikuti penyuluhan hukum yang digelar Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra.
Kegiatan ini bertujuan meningkatkan pemahaman hukum bagi aparat desa dalam mengelola keuangan desa, sekaligus mengoptimalkan peran Kejaksaan Republik Indonesia dalam pendampingan pembangunan di daerah.
Tampil dengan uniform resmi, nampak jelas antusiasme Aparat desa dalam mengikuti sosialisasi hukum yang dilakukan oleh Kejati Sultra ini.
Wakil Bupati Konawe Utara, H. Abuhaera, S.Sos., M.Si., membuka kegiatan sekaligus menekankan pentingnya kesadaran hukum bagi pejabat publik.
“Dalam mengelola pemerintahan dan pembangunan desa diperlukan pemahaman hukum agar kebijakan berjalan sesuai aturan, transparan, dan akuntabel,” kata Abuhaera.
Wakil Bupati dua periode itu juga menegaskan, bahwa Kepala Desa harus memiliki kesadaran akan hukum. Hal ini diharapkan dapat menjadi dasar yang kuat, untuk kemudian dapat mengatasi masalah hukum yang terjadi. Sehingga permasalahan hukum dapat dicegah sejak dini.
“Kepala dan aparat desa adalah ujung tombak pemerintahan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.”
Lepas dari itu, Abdul Rahman Morra, S.H., M.H., Kepala Seksi Penerangan Hukum pada Asisten Intelijen Kejati Sultra, menyampaikan materi terkait tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan desa.
Selain itu, Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Konut, La Muhaja, S.Pd, memaparkan pengelolaan dana desa tahun 2025 secara lebih rinci.
Menariknya, kegiatan juga menghadirkan unsur pers. Kalpin, wartawan berkompetensi utama, sekaligus pengurus PWI Sultra, memberikan materi tentang strategi menghadapi media bagi aparat desa. Sebab selama ini banyak oknum yang mengaku wartawan yang menyalahgunakan profesi mulia ini.
Antusiasme aparat desa terlihat jelas pada sesi tanya jawab. Kepala desa, bendahara, hingga operator desa aktif melontarkan pertanyaan seputar pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), program CSR, ketahanan pangan, bimbingan teknis (Bimtek), hingga isu dugaan pemerasan oleh oknum tertentu.
Pertanyaan kemudian dibahas tuntas oleh para pemateri yang memang memiliki latar belakang yang kredibel di bidangnya masing-masing.
Terakhir. Ketua DPC Apdesi Konawe Utara, Asmudin Moita, S.Ag., mengapresiasi Kejati Sultra. Menurutnya, kegiatan ini sangat bermanfaat sekaligus menjadi yang pertama sejak Konut berdiri pada 2007. “Kami berharap penyuluhan ini bisa rutin dilakukan untuk meningkatkan kompetensi dan kesadaran hukum aparat desa,” ungkapnya.
Usai kegiatan, dalam diskusi santai. Sekda Konut Safrudin mengutarakan kerisauannya tentang tapal batas wilayah dengan kabupaten induknya Konawe. Dia mengatakan ada tiga desa di Motui yang merasakan dampak aktivitas smelter di OSS yang meresahkan warganya. Bahkan lahan yang masuk wilayah Konut diklaim masih wilayah Konawe. Bukan hanya itu, perbatasan wilayah Konut bagian atas Kecamatan Langgikima juga sebagian tanahnya diklaim masuk Konawe dan Morowali Sulteng. Padahal sangat jelas dalam peta pemakaran Konut sesuai UU Pemekarannya nomor 13 tahun 2007 masuk wilayah Konut. “Untuk itu saya meminta kepada pihak Kejati mendudukkan persoalan hukum ini. Sebab perkara ini menjadi penyebab RTRW Konut belum disahkan,” kata Safrudin.
Penulis: Ardi Wijaya
Editor: Kalpin
0Komentar