Kebijakan publik tidak pernah lahir di ruang hampa. Ia selalumerupakan hasil pertemuan antara nalar publik (public reasoning), nalar konstitusi (constitutional reasoning), dannalar teknorat (technocratic reasoning).
Ketiganya saling memengaruhi dan menentukan kualitas arahkebijakan, apakah kebijakan itu adil, demokratis, serta efektifsecara teknis.
Dalam konteks Indonesia, terutama pada era meta-AI dantransformasi digital, sinergi ketiga nalar ini menjadi semakinpenting agar kebijakan tidak hanya rasional secara teknis, tetapi juga berakar pada nilai-nilai konstitusional dan diterimadi ruang publik.
1. Nalar Publik
Suara Masyarakat yang Rasionalitas implementasi Nalarpublik yang berpikir dan yang berpijak pada kepentinganbersama, dialog sosial, dan nilai keadilan sosial.
Ia menuntut partisipasi masyarakat, transparansi pemerintah, dan kebijakan yang mampu dipertanggungjawabkan secaramoral di hadapan publik.
Dalam praktik kebijakan publik, nalar publik menekankan:
- Keterlibatan masyarakat dalam proses perumusankebijakan (partisipasi deliberatif).
- Keterbukaan data dan akses informasi publik.
- Keadilan sosial dan inklusivitas dalam kebijakan (tidakbias kelompok).
Contoh aktual: penyusunan kebijakan pembangunan asramamahasiswa dan bantuan biaya pendidikan yang melibatkankomunitas Dosen, mahasiswa, dan masyarakat sipil agar menghasilkan kebijakan yang relevan dengan kebutuhan riilmahasiswa.
2. Nalar Konstitusi
Landasan Nilai dan Batas Kekuasaan sebagai acuan Nalarkonstitusi yang berfungsi sebagai pengawasan normatif bagiseluruh kebijakan.
Ia memastikan bahwa keputusan publik tidak melanggarprinsip dasar Negara yakni kedaulatan rakyat, hak asasimanusia, keadilan sosial, dan supremasi hukum.
Dalam melaksanakan kebijakan publik, nalar konstitusiberperan untuk :
- Menjaga agar setiap kebijakan selaras dengan nilai-nilaiPancasila dan UUD 1945.
- Melindungi hak-hak warga dari potensi penyalahgunaanteknologi atau kekuasaan.
- Menjadi dasar legitimasi moral dan hukum bagi tindakanpemerintah.
Contoh konkret: kebijakan pembangunan asrama mahasiswadan bantuan biaya pendidikan yang bertujuan investasi SDM, kebijakan publik harus tunduk pada prinsip privasi, keadilan, dan non-diskriminasi sebagaimana diatur oleh konstitusi danundang-undang dasar.
3. Nalar Teknorat
Efisiensi, Data, dan Rasionalitas Ilmiah cara berpikir Nalarteknorat yang muncul dari tradisi administrasi modern yang menekankan efisiensi, rasionalitas, dan bukti empiris(evidence-based policy).
Dalam praktiknya, ia menempatkan para ahli, analis data, danbirokrat profesional sebagai aktor kunci dalam merancangkebijakan yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ciri nalar teknorat:
- Menggunakan data, riset, dan model analitik dalamperumusan kebijakan.
- Berorientasi pada hasil (outcome-based governance).
- Mendorong digitalisasi dan otomasi untuk meningkatkankinerja birokrasi.
Contoh: pengganggaran pembangunan asrama mahasiswa danbantuan biaya pendidkan dan kesehatan. Namun, jika nalarteknorat berdiri sendiri tanpa kontrol publik dan nilaikonstitusi, kebijakan bisa menjadi dingin, elitis, dan berjarakdengan masyarakat.
4. Dialektika dan Ketegangan ketiga nalar
Ketiga nalar ini yaitu teknorat, konstitusi dan publik seringkali tidak sejalan jika :
- Nalar teknorat cenderung menekankan efisiensi dan hasilcepat.
- Nalar konstitusi mengingatkan pada batas nilai danhukum.
- Nalar publik menuntut ruang partisipasi dan keadilansosial.
Namun Ketegangan ini justru dapat menjadi sehat disebabkanmenjaga kebijakan agar tidak ekstrem pada satu sisi misalkanyang terjadi :
- Jika hanya teknokratik hasilnya kebijakan jadi elitis.
- Jika hanya publik hasilnya bisa populis tanpa dasar ilmiah.
- Jika hanya konstitusional hasilnya bisa stagnan tanpainovasi.
Olehnya itu Keseimbangan ketiga nalar dapat menghasilkankebijakan yang berilmu, beretika, dan berpihak kepada rakyat.
Untuk itu Dalam menghadapi tranformasi digital diera Meta AI, keseimbangan tiga nalar menjadi sangat krusial sehinggayang harus dilakukan adalah
- Nalar teknorat memastikan kebijakan digital efisien danaman yang Berbasis data.
- Nalar konstitusi memastikan etika, hak privasi, dankeadilan digital yang Berlandaskan nilai konstitusi.
- Nalar publik memastikan adopsi teknologi tidakmenyingkirkan masyarakat lemah, tetapi justrumemberdayakan mereka yang diterima masyarakat(publik).
Kebijakan literasi digital, keamanan siber, dan tata kelola data akan berhasil jika Kebijakan publik di era modern bukansekadar produk administratif, tetapi hasil dialog tiga nalar: publik, konstitusi, dan teknorat. Ketiganya harus berjalanberiringan agar kebijakan tidak hanya cerdas secara teknologi, tetapi juga adil secara sosial dan bermartabat secarakonstitusional.
“Kebijakan yang baik bukan hanya yang efektif, tetapi jugayang etis dan dapat diterima akal sehat.” Mengapa kita perlumemahami pentingnya mengubah perspektif kebijakanpublik? disebabkan Sebagian besar yang di buat baru padajenjang 'kebijakan politik' dan 'kebijakan pemerintah', belumsepenuhnya pelibatan kebijakan publik seharusnya.
SehinggaBanyak media dan forum terjebak pada perdebatan lingkaransetan tanpa ujung yang semestinya itu tidak terjadi lagi di masa kini.
Tantangan terbesar hari ini bukan hanya melawankebohongan, tetapi membangun kembali kapasitas nalarpublik. Kita membutuhkan ekosistem pengetahuan yang sehat, yang tidak hanya menyajikan informasi, tetapi jugamengajarkan cara berpikir.
Pendidikan kritis, literasi digital, dan etika informasi harus menjadi agenda utama negara danmasyarakat sipil. Tanpa itu, kita akan terus tenggelam dalamlimbah informasi, dan nalar publik akan menjadi korban yang tak pernah diselamatkan.
Dengan keseimbangan tiga nalar ini, Sulawesi Tenggara dapatmelangkah menuju tata kelola pemerintahan yang cerdas, manusiawi, dan beradab di tengah gelombang transformasidigital revolusi AI.
Kendari 11 oktober 2025
Penulis adalah Analisis Kebijakan Ahli Madya Prov Sulawesi Tenggara Adi Yusuf Tamburaka

0Komentar